Minggu, 22 Agustus 2010

Sekedar Curahan Pemikiran Sederhana untuk Persis

Oleh: M. Hasan Darojat

Pendahuluan
Dari beberapa diskusi yang telah saya lakukan tentang Persis dan beberapa penelaahan secara pribadi, ketika saya mencoba mempertanyakan apa jati diri dan bagaimana fikrah Persis sebenarnya, maka saya mendapati bahwa memang beginilah keadaan Persis, heterogen. Saya mempertanyakan kembali, apakah hal ini memang suatu hal yang baik dalam konteks pergerakan Islam? Ataukah harus kejelasan batasan yang tegas mengenai apa yang harus homogen dan apa boleh heterogen dalam sebuah organisasi pergerakan Islam?



Mungkin ada sedikit penjelasan, mengapa saya secara pribadi betul-betul mempertanyakan tentang jati diri dan fikrah ini. Saya mengetahui bahwa sebuah organisasi yang besar akan mampu merealisasikan agenda besarnya ketika organisasi tersebut mempunyai suatu jati diri yang jelas. Jati diri tersebut nantinya akan memunculkan kesatuan pemikiran aspek yang paling fundamental dan juga kesatuan perasaan dalam setiap elemen organisasi. Ketika telah terjadi kesamaan akan aspek pemahaman yang paling dasar ini, maka nantinya akan muncul satu pemahaman tentang “Hitam-Putih” yang sama yang akan menjadi batasan. Artinya, ketika disodorkan suatu permasalahan yang menyangkut aspek yang dasar ini, di antara kader sudah tidak perlu ada kontroversial lagi untuk mengatakan benar atau salahnya. Oleh karena kejelasan dalam hal dasar ini, maka apa yang diperjuangkan pun akan menjadi jelas dan apa yang ditawarkan pun menjadi lebih jelas. Hal inilah yang nantinya akan berpengaruh pada efektifitas gerakan.

Mungkin apa yang saya paparkan masih banyak kekurangan-kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya di dunia pergerakan termasuk mengenai organisasi Persis ini. Akan tetapi, hal ini tidak bisa sampai menahan gejolak jiwa saya untuk dapat menyampaikan sesuatu walaupun sedikit kepada Persis yang sudah saya anggap Keluarga ini. Oleh karena itu, saya meminta maaf jika ada hal-hal yang keliru dari pemahaman saya dan saya menunggu kritikan-kritikannya selama kritikannya bersifat konstruktif.

Kesamaan Pemikiran Dasar dan Perasaan
Aspek dasar dalam Islam adalah akidah Islam, Tauhid. Jika kita berbicara masalah Tauhid maka secara otomatis kita juga berbicara masalah syariah Islam, karena ketika Tauhid itu telah melekat sempurna dalam keyakinan dan merupakan satu-satunya dasar yang kita anut, tanpa ada berhala-berhala duniawi yang lain yang menjadi andad (sekutu) yang menjadi orientasi hidup, maka secara otomatis pula penerimaan kita akan syariah Islam akan sempurna dan kaaffah dan kesadaran akan urgensinya juga akan lebih besar. Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang bahkan mengkategorikan kepada golongan Kafir orang yang menolak syariah Islam. Allah berfirman
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (المائدة : 44)
“...dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah telah turunkan maka mereka itulah orang-orang yang kufur.” (Al-Maidah : 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (المائدة : 45)
“...dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah telah turunkan maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Al-Maidah : 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (المائدة :47)
“...dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah telah turunkan maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah : 45)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة :208)

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara penuh dan janganlah kamu megikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah : 208)
Masalah ini memang terlihat sederhana dan ayat ini banyak disebut-sebut oleh para da’i, akan tetapi yang harus ditekankan sekali lagi adalah bahwa sebuah keharusan bagi ummat Islam untuk masuk ke dalam Islam secara penuh dan jangan sampai ada satu segi kehidupan yang tidak ter-Islam-kan, karena ketika ada bagian yang tidak terislamkan, maka bagian itu akan menjadi mangsa setan dan menimbulkan malapetaka dan kerusakan (fasad).

Dari penejelasan di atas, jelaslah bahwa masalah penerimaan-penolakan kepada syariah Islam adalah perkara yang hitam-putih (jelas) dan prinsip bukan kontroversial. Artinya tidak boleh ada tawar-menawar lagi mengenai pemahaman bahwa syariah itu harus diterapkan di segala aspek kehidupan. Kita juga tidak bisa menolak syariah Islam dengan argumen bahwa pendapat tiap-tiap elemen umat Islam tentang syariah Islam itu berbeda-beda. Sebagai ilustrasi misalnya ketika kita lapar dan ingin membeli soto. Ternyata di jalan ada banyak sekali tukang soto yang menawarkan berbagai jenis soto yang berbeda-beda. Lantas apakah kita tidak jadi membelinya karena kita bingung mau beli soto yang mana dan akhirnya membiarkan perut kita lapar?

Aspek Tauhid ini menyinari seluruh aspek kehidupan dan syariahnya adalah sebagai solusi dari segala permasalahan kehidupan yang ada, baik untuk pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Maka, implikasi dari mutlaknya Tauhid ini (yang mana kita hidup untuknya) adalah merumuskan blue print dari apa yang dipahami dari kajian tentang tentang syariah Islam ini untuk ditawarkan (didakwahkan) kepada elemen-elemen masyarakat sebagai solusi dari berbagai permasalahan kehidupan ini, baik aspek fiqih ibadah mahdlah, sosial (ijtima’i), ekonomi (iqtishadi), politik (siyaasah), dan aspek-aspek lain dan sebagai sarana untuk membangun ummat yang satu yang ummatan wasathan, khairu ummah qaaiman bil qist, ta’muruuna bil ma’ruf wa tanhauna anil munkar wa tu’minuuna billaah. Menjadi ummat terbaik yang menegakkan keadilan, memerintah kepada kebaikan dan melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah.

Selain mengenai masalah Tauhid dan produk hukum syariah, harus dikaji pula bagaimana contoh Rasulullah dalam menghadapi situasi yang begini dan begitu melalui sirahnya, karena Rasulullah bagi kita adalah suri tauladan yang baik. Misalnya bagaimana sikap Rasulullah dan ummat Islam ketika mereka tidak memiliki kekuasaan yang terwujud dalam sebuah institusi negara yang dengan institusi tersebut beliau bisa menerapkan syariah Allah ke dalam seluruh aspek kehidupan dan bagaimana sikap Rasulullah ketika telah memiliki institusi negara yang berdasarkan kepada Tauhid tersebut. Allah berfirman
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (الاحزاب : 21)
“Sungguh telah ada pada Rasulullah teladan yang baik bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan yang banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab : 21)

Lalu dari pemikiran dasar yang sama (Tauhid) tersebut muncul perasaan yang sama seumpama “sama”nya perasaan manis tiap orang ketika mencicipi gula dan rasa asin tiap orang ketika mencicipi garam. Apabila kita menelaah, pada dasarnya, perasaan (hati, bukan indera) ini biasanya muncul dari pengetahuan dan pemikiran. Seseorang tidak akan muncul rasa senang ketika diberi “motor” misalnya ketika orang tersebut tidak mengetahui apa itu “motor”. Apakah “motor” itu suatu hal yang baik baginya, ataukah suatu hal yang buruk, apakah fungsi dari motor ini dan apa guna motor itu baginya.

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek Tauhid ini memegang peranan inti dari sebuah pergerakan Islam dan bahwa kesamaan pemikiran dasar (ideologi) dan perasaan adalah merupakan suatu hal yang sangat diperlukan oleh sebuah Organisasi Besar Masa Depan, karena pada dasarnya, organisasi itu bisa ada karena ada suatu tujuan tertentu yang mana tujuan tersebut didasarkan pada suatu pemikiran dasar (ideologi) yang dipercaya “benar” yang berbentuk ideologi yang ingin disebarkan dengan lebih efektif, sistematis dan terorganisir dengan baik oleh banyak orang dan dengan langkah yang terstruktur dan terarah. Bisa dikatakan kedua hal ini adalah merupakan “jantung”nya organisasi sekaligus “tali pengikat” yang menyatukan setiap kader menuju sebuah kesolidan, kesatuan dan keterarahan gerak. Selain itu, pemikiran dasar ini juga berfungsi sebagai lawan dari ideologi lain yang di luar Islam. Oleh karena itu, organisasi sebesar Persis, untuk bisa bangkit dan memimpin masa depan Islam, harus memperhatikan hal-hal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar